(dok/antara)
PELEPASLIARAN HARIMAU SUMATERA. Seekor harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) Panti saat dilepasliarkan di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) Lampung, Jumat (22/1).
Harimau sumatera tidak akan sembarangan kawin.
Pemerintah terus berupaya melestarikan
habitat harimau sumatera. Salah satu caranya dengan menggelar pogram
patroli rutin bersandi Patroli Sapu Jerat. Patroli yang digelar
setiap Ramadan ini untuk memperlambat proses kepunahan satwa langka
tersebut.
Polisi Hutan (Polhut) khusus Patroli
Harimau Sumatera Taman Nasional Kerinci Seblat (PHS-TNKS)
mengungkapkan, pemerintah melakukan banyak cara untuk melindungi
harimau sumatera.
“Segala upaya yang kita lakukan saat ini,
termasuk program tetap tahunan Patroli Sapu Jerat di setiap bulan
Ramadan ini hanyalah salah satu upaya memperlambat proses kepunahan
satwa langka maskot Sumatera yang jadi primadona pemburu liar dari
pasar gelap perdagangan satwa di dunia," kata manajer lapangan
PHS-TNKS, Dian Risdianto, di Jambi, Minggu (14/7).
Menurutnya, ditilik
dari jumlah populasinya, harimau sumatera (Pathera tigris sumatrae)
ini semakin berkurang. Dalam satu dasawarsa ini, harimau sumatera
tinggal tersisa sekitar 100-200 ekor di kawasan TNKS.
Jumlah tersebut sudah
masuk zona garis merah atau di ambang kepunahan yang sudah pasti akan
terjadi. Apalagi, harimau merupakan satwa individual yang hidup
sendiri-sendiri di alam bebas, tidak komunal atau berkelompok,
seperti halnya singa.
Oleh karena itu, diperlukan kawasan hutan yang
sangat luas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. “Hal
tersebut tidak sebanding dengan luas kawasan hutan yang kini tersisa
terus menyusut, tidak terkecuali di kawasan TNKS," katanya
seperti dilansir Antara.
Selain itu, ciri perkembangbiakan
harimau sangat berkarakteristik selektif karena harimau adalah satwa
yang tidak sembarangan dalam memilih pasangan untuk melakukan
hubungan perkawinan guna melahirkan keturunan.
"Satwa ini tidak
akan mau dan tidak akan bisa sembarang kawin. Seekor jantan akan
memilih pasangannya yang terjamin sehat dan jauh dari garis
keturunannya sendiri atau telah yakin si betina calon pasangannya
bukan dari kalangan keluarganya sendiri, baik saudarinya apalagi
induknya," paparnya.
Harimau jantan tidak akan mau mengawani
induknya atau saudara betinanya sepersusuan karena hal tersebut
sangat berisiko akan rusaknya gen terhadap anak-anaknya yang terlahir
berikutnya.
Oleh karena itu, harimau sifatnya sama seperti manusia
yang tidak bisa melakukan perkawinan inses (satu keluarga), seekor
pejantan akan mencari betina lain yang bukan dari keluarga dekatnya
untuk bisa kawin dan meneruskan garis keturunan yang baik.
Jika dalam kondisi terpaksa terjadinya
perkawinan inses akibat semakin mengecil populasi betina, risikonya
adalah rusaknya gen anak harimau yang akan terlahir. “Selanjutnya
berisiko si anak akan mengalami kelainan baik secara fisik maupun
mental, bisa jadi si anak akan menjadi harimau yang mandul atau
lemah, tidak akan bisa bertahan hidup normal dalam jangka waktu yang
lama," ungkapnya.
Jelajah Teritorial
Setiap harimau akan dapat mendeteksi
keberadaan individu harimau lainnya yang dijumpainya apakah termasuk
keluarganya atau bukan hanya dari mengenali corak loreng di tubuh
atau mengenali aroma tubuh.
Selain itu, guna mendapatkan pasangan
yang sesuai, di alam lepas seekor harimau jantan akan memiliki
wilayah jelajah hingga 50 kilometer (km) persegi, sementara harimau
betina memiliki teritorial setiap ekornya sekitar 20 km persegi.
"Dari kondisi itu maka dapat
diperkirakan apa yang telah atau akan terjadi dengan jumlah populasi
yang kini hanya sekitar 100 hingga 200 ekor saja, sudah barang pasti
di dalamnya adalah keluarga besar yang masih memiliki garis keturunan
yang sama," katanya.
Dengan demikian,
risiko inses tidak dapat lagi dihindari, dan harimau yang terlahir
berikutnya dapatlah digolongkan sebagai generasi pesakitan yang
takkan mampu bertahan normal sebagaimana layaknya harimau, mungkin
mandul serta cacat lainnya.
"Kita pesimistis ketika ada kabar
terbaru masih ditemukannya keberadaan harimau jawa diprediksi dua
atau tiga ekor. Hal itu sama saja artinya sudah punah. Di Jambi saja
di tiga kawasan TN lainnya, yakni TNB-12, TNB-30 dan TN Berbak,
keberadaan harimau sumatera sudah dapat kita katakan sudah punah
karena jumlahnya sudah sangat kritis beberapa belas ekor saja,"
paparnya.
0 komentar:
Posting Komentar